Keunggulan ranah kognitif tidak selalu menjamin keberhasilan seseorang. Bisa kita lihat dari prestasi siswa Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang jumlah jam pengajarannya setiap tahun lebih sedikit di bandingkan dengan Indonesia. Karena pendidikan di Indonesia lebih banyak waktu yang dihabiskan siswa di sekolah daripada praktik secara langsung di lapangan, tetapi tingkat prestasi siswanya rendah. Penyebabnya kebanyakan soal – soal yang dikerjakan di ruang kelas di ekspresikan dalam bahasa dan simbol yang pengajarannya tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa merasa takut dan malas belajar. Bahkan hampir semua pelajaran, masih memakai cara yang sama. Sehingga pengajaran yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari belum berjalan dengan baik dan kurang familiar bagi para siswa.
Salah satu prasyarat terwujudnya pendidikan yang baik adalah menghapus penyeragaman kurikulum, strategi pembelajaran, bahan ajar dan evaluasi belajar. Di samping itu agar hasil yang diproleh maksimal, hubungan antara guru dengan murid perlu diperbaharui. Jika selama ini guru lebih otoriter, sarat komando, bergaya birokrat perlu diubah peranannya menjadi orang tua atau sahabat. Praktik kompetisi dan lomba dengan pemberian rangking sungguh fatal. Sebab selain membentuk manusia yang ekslusif juga mengembangkan kebanggaan palsu dan penderitaan batin bagi siswa yang lain. Anak tidak perlu dibandingkan antara satu dengan anak yang lainnya, apalagi dalam hal ranking akademik. Tetapi, yang perlu dibandingkan adalah perkembangan masing-masing anak, dari waktu ke waktu.
Perlu adanya pengembangan-pengembangan kurikulum yang lebih kreatif. Salah satunya adalah mengemas pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Dengan model – model pembelajaran yang beda, seperti mengadakan pembelajaran di luar kelas (outdoor). Lokasi outdoor disesuaikan dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung dalam setiap minggunnya. Lingkungan di sekitar kita telah banyak menyediakan berbagai fasilitas yang menunjang terjadinya pembelajaran langsung. Misalnya, untuk materi pasar dan jual-beli kita bisa mengajak murid ke pasar yang terdekat dan diberi tugas untuk berbelanja serta membuat laporan keuangan sederhana. Untuk materi kesehatan kita bisa mengajak berkunjung ke dinas kesehatan atau puskesmas terdekat untuk mendapat penyuluhan secara langsung dari narasumbernya. Dan masih banyak tempat-tempat lain yang sesuai.
Oudoor merupakan salah satu bentuk pembelajaran langsung yang merupakan komponen dari CTL (Contectual Learning). Siswa mendapat kesempatan untuk terlibat secara langsung pada proses pembelajaran. Sehingga pengalaman yang diperoleh dari kegiatan itu merupakan bentuk hasil belajar yang sebenarnya. Pada hakekatnya belajar adalah pengalaman yang diperoleh secara langsung dari interaksi sosial yang terjadi antara siswa dengan lingkungan atau orang lain. Sehebat apapun siswa dalam kemampuan akademikya, apabila tidak mempunyai pengalaman secara langsung dari sebuah interaksi sosial. Maka, kompentensi itu hanya sebatas teori atau simbol saja tanpa ada makna yang lebih dalam.
Akan berbeda apabila simbol-simbol dalam pembelajaran yang sifatnya teoritis kita wujudnya dalam bentuk kegiatan nyata dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di lingkungan sekitar. Dengan mengemas pembelajaran sedmikian rupa dan melibatkan siswa secara aktif. Maka, pengalaman yang diperoleh siswa akan menjadi bermakna dan bermanfaat bagi siswa sendiri maupun orang lain. Harapannya sekolah tidak hanya sebagai tempat pengajaran tetapi juga sebagai tempat pendidikan dan pembentukan karakter agar menjadi pondasi bagi kualitas-kualitas pribadi sebagai nilai-nilai cinta kebenaran, kejujuran, keterbukaan, keberanian, kepedulian, kepemimpinan, disiplin diri, dan kemanusiaan. Pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai-nilai ini dalam kesadaran peserta didik. Ketika pemahaman nilai-nilai ini sudah tertanam tentunya akan lebih mudah menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan benar-benar cinta terhadap bangsanya.
Artikel ditulis oleh: Suyono, S.Si (Waka Kurikulum Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya)