Kehadiran sekolah inklusi merupakan upaya untuk menghapus batas yang selama ini muncul ditengah masyarakat, tidak hanya bagi anak normal dengan anak cacat ( berkebutuhan khusus) akan tetapi juga bagi kalangan mampu dan kaum dhuafa, serta perbedaan yang lainnya. Mereka (anak berkebutuhan khusus) dapat bersekolah dan mendapatkan ijazah layaknya anak normal. Hal ini seperti yang dibahas diharian suara pembaruan tanggal 28 September 2005.
Hasil survey menunjukkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia meningkat dari 1 : 10.000 , kini menjadi 1 : 1500. Pada saat ini jumlah merekapun terus bertambah, dengan berbagai penyebab, baik semasa dalam kandungan ataupun masa keemasan dalam perkembangan. Menurut Susana Yuli E seorang psikolog anak, bahwa persoalan ini bukan lagi hanya bisa ditangani oleh dokter spesialis anak atau psikiater melainkan juga pihak keluarga dan lembaga-lembaga pendidikan anak autis swasta/pemerintah, seperti sekolah inklusi misalnya. Bagi orang tua yang menyadari sejak dini mereka akan memberikan penanganan sedini mungkin. Permasalahan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah pada saat mereka (anak berkebutuhan khusus) memasuki usia sekolah, kemana mereka akan menimba ilmu? Maka sekolah luar biasa (SLB) menjadi tempat alternative bagi orang tua untuk menyekolahkan anak mereka dengan berkebutuhan khusus, mereka berada dalam satu lingkungan dan bergaul dengan teman-teman senasib. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa mereka berhak berada di lingkungan pergaulan yang lebih normal dan riil. Hal ini karena berkaitan dengan masa depan yang akan mereka jalani, mereka tidak hanya berkumpul dengan orang-orang berkebutuhan khusus tetapi juga yang lain. Telah terbukti mereka jauh lebih mampu mengembangkan potensi, jika bergaul dengan anak-anak tanpa berkebutuhan khusus. Saat ini para orang tua yang memiliki anak dengan berkebutuhan khusus memperoleh angin segar dengan system sekolah baru. Sekolah inklusi, menjadi sebuah sekolah harapan untuk menumbuh kembangkan anak secara optimal, baik bagi anak dengan maupun tanpa berkebutuhan khusus.
Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menyatukan antara anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Sistem belajar pada sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan sekolah regular pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam satu kelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1- 6 anak berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu terapis atau shadow teacher yang bertanggung jawab di bawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Porsi belajar pada anak berkebutuhan khusus lebih kecil daripada yang ‘normal’. Hal ini tidak bertujuan untuk membatasi, melainkan kebutuhan untuk terapi. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak tersebut akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke ruang individu untuk mendapatkan bimbingan khusus.
Pendidikan bukanlah sebuah rutinitas ujian demi ujian tanpa memandang perbedaan kemampuan setiap individu. Inti dari sebuah pendidikan adalah memanusiakan manusia. Demikian pula ketika anak berkebutuhan khusus dihadapkan dengan ujian sebagai hasil evaluasi. Substansi dari pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang seutuhnya, sehingga standart yang ditetapkan adalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak dan bentuk pelaporannya lebih banyak bersifat deskriptif, narasi, maupun portofolio tidak hanya tes tertulis. Demikian pula ketika menyangkut ujian kelulusan, dalam hal ini UAN, mereka perlu adanya dispensasi dengan memiliki standart khusus. Menyangkut masalah UAN ini telah disetujui oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa bahwa anak dengan berkebutuhan khusus tidak perlu mengikuti UAN (Julia Maria, Januari 2008).
Walaupun pada saat ini baru terdapat 624 sekolah Inklusi di seluruh Indonesia, dari tingkat SD hingga SMA tetapi dapat menerima anak berkebutuhan khusus di sekolah biasa dengan program khusus. Artinya mereka dapat mengikuti kelas biasa, namun disisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. Mereka dapat mengikuti kurikulum biasa, namun dengan penerapan yang disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Pada tanggal 26-29 September tahun 2005 para pakar dan praktisi sekolah inklusi dari 32 negara di dunia berkumpul di Bukittinggi Sumatera Barat untuk mengikuti International Symposium on Inclusion and The Removal Of Barriers To Learning. Dalam pertemuan ini mereka saling berbagi pengalaman mengenai sekolah inklusi di Negara masing-masing. Dan semua masih dalam tahap mengembangkan sekolah inklusi ( Suara Pembaruan : 28/9/2005).
Pendidikkan inklusi memang tengah bergerak progresif, namun masih banyak ditemukan kendala untuk melaksanakannya. Dari fasilitas yang terbatas, misalnya fasilitas program khusus, seperti ruang terapi, alat terapi, maupun sumber daya manusia yang kapabel. Sekolah inklusi adalah sebuah metamorfosa budaya manusia yang semakin moderen dan menglobal. Bahwa setiap manusia adalah sama, punya hak yang sama dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi mengejar kehidupannya yang lebih baik.Sekolah inklusi merupakan salah satu jawaban, bahwa pendidikan tak mengenal diskriminasi, semua berhak untuk mendapatkannya. Perlu juga dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang sekolah inklusi sehingga mereka memperoleh banyak informasi sebagai alternative pilihan untuk menyekolahkan anaknya yang kebetulan berkebutuhan khusus.
Meskipun demikian sampai saat ini, sekolah inklusi masih identik dengan mencampur anak berkebutuhan khusus dengan anak biasa. Padahal sekolah bisa disebut inklusi, jika kita dapat melihat anak secara individual dengan pendekatan individual, bukan klasikal. Saat ini, pendidikan kita masih melihat peserta didik dengan satu kaca mata, semua anak adalah sama. Padahal, setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing – masing. Artinya, setiap anak harus diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan bakat yang dibawanya. Sekolah inklusipun bisa bersesuaian dengan pendekatan kecerdasan majemuk (multiple intelegences). Sebuah pendekatan pembelajaran yang sedang banyak dikembangkan pula.
Harapanya akan banyak tumbuh sekolah inklusi tanpa harus terbebani dengan segala defenisinya. Sekolah inklusi merupakan sebuah prinsip persamaan hak manusia, dan juga jawaban dari perbedaan kita sebagai manusia. Nyatanya tak ada manusia yang sama. Karena semua warga negara mempunyai hak yang sama terhadap pendidikan, termasuk di dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Demikian salah satu inti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31. Di Muhammadiyah sendiripun sudah ada beberapa sekolah yang menerapkan system inklusi tentunya diperlukan dukungan dari semua pihak untuk mengembangkannya lebih optimal sebagai upaya memberikan solusi kepada masalah pendidikan di Indonesia.
Artikel ditulis oleh: Suyono, S.Si (Guru Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya)